“ Jam 8 ya aku jemput”
“ Maaf
telat nih kayaknya, macet”
“
Sepuluh menit lagi nyampe”
“
Merapat”
Sepenggal
percakapan kami menuju Jogja. Sekali lagi yah pake huruf besar pake cetak tebal
plus bonus cetak miring JOGJA.
Hehehehe, sorry bukannya kami
nggak pernah ke kota gudangnya seni itu, tapi buat kami hari itu, 8 Desember
2012, adalah sangat spesial karena kami akan bertemu dengan keluarga kami,
saudara seplasenta kami, teman seperjuangan kami, Coin A Chance!
Jogja. Benar sekali hari itu ada acara Coin a Chance Voluntary Building, alias
temu sedulur Coin A Chance! Semarang-Jogja.
Pukul
08.30 delapan pendekar koin dari
Semarang ( Sebenernya ada satu lagi yang ikut tapi dia dari arah solo
berangkatnya) meluncur lenggang, dipimpin oleh Rosi sang sopir dadakan kami.
Semoga lancar dan selamat, doa kami dalam hati.
Setelah
melewati lika liku perjalanan selama tiga jam lewat dikit yang diselingi,
obrolan, tawa, ngemil, mampir pom bensin buat isi bensin dan ke toilet, tidur,
ngemil lagi, sampailah kami pada tujuan kami, tepatnya di Omah Jawi daerah Kaliurang Jogja yang dem adem,
berrrrr!!!
Oke
setelah berfoto narsis, leha-leha bentar, makan cemilan acara resmi pun
dimulai. Kami para pendekar koin Jogja and Semarang dimasukan dalam sebuah aula
dan duduk setengah melingkar. Ada kejutan kecil, ternyata ada juga pendekar
koin dari pulau seberang, Coin A Chance! Palu, Mas Oki, Mbak Anita dan 2
anaknya. Makin lengkap lah serunya acara kita.
Mas
Anto selaku tuan rumah dari CAC Jogja sekaligus pendiri Coin A Chance!
Jogja, membuka kegiatan kami, yang intinya adalah voluntary building ini
nantinya diharapkan bisa menambah semangat para volunteer untuk lebih kekeuhin
niat dan action di dunia sosial bersama Coin A Chance!
Acara ini juga difasilitasi oleh tim Up Training Management, yang terdiri dari
Mas Dono, Mas Dedy, Mba Nenes, Mas Tomy, Mas fajar, and Mas Nanda. Nah, mereka
inilah yang bakalan sharing pengalaman mereka yang sudah melanglang buana di
dunia sosial beserta tips untuk menjadi seorang volunteer.
Kata
Mas Nanda pada suatu titik, kesungguhan kita menjadi seorang aktivis sosial
akan mengalami dilema yang kadang datang dari orang terdekat dan diri sendiri.
Contohnya Mas Nanda sendiri yang sudah bergerak di bidang sosial selama delapan
tahun yang belum lama ini mendapat pertanyaan dari ibunya Mas Nanda yang sampai
membuat Mas Nanda menghilang selama dua bulan,
“Mau sampai kapan kamu seperti ini? Kapan kamu kayak orang lain yang
punya pekerjaan tetap dan berumah tangga”. Segala tekat, niat dan segala kesungguhan kita pada akhirnya akan
dipertanyakan dan diuji.
Cerita
lain juga dialami oleh Mbak Karlina salah seorang dari perintis Coin A Chance!
Jogja. Pada masa awal-awal berdirinya mereka, pada saat mereka mulai merintis
Mbak Karlina harus sementara sendiri mengurusi coin a chance dan
kegiatannya. Soalnya Mas Anto dan Mas Ade, pencetus Coin a Chance! Jogja,
mendapat panggilan kerja di luar kota. Stress, pengin berhenti, itu sempat
terlintas di kepala Mbak Karlina, sampai akhirnya Mbak Karlina dengerin lagi jingle Coin A Chance! yang
membuat Mbak Karlina buat nggak bisa nyerah.
Tepikan
anggapan receh remeh
Mungkin
tidak kau sadari
Sesuatu
yang kecil lebih berarti
Di
sela-sela para tim ahli membagikan pengalaman dan tipsnya, mereka juga mengadakan
games yang bikin acara makin seru. Malam itu makin akrab ketika kita semua
belajar jingle Coin A Chance! rame-rame. Dan di akhir malam terbentuklah empat
kelompok bernama cing-cing,
hardjawi, kuning, and achengz.
Kelompok ini nantinya akan berkompetisi, siapa yang bakal menang?? Baca
selanjutnya aja yuk?
******
Pagi
pun tiba, masih ngantuk, masih dingin, tapi tetep harus bangun! Acara pagi
dibuka di pelataran Omah Jawi. Sebelum mengawali outbound, kami berdoa bersama,
dan dilanjut dengan pemanasan dulu, alias senam pagi. Tiba-tiba sedikit firasat
nggak enak muncul begitu tim dari Up Training Management menyuruh kami untuk
mengisi plastik dengan air, masing-masing orang dikasih sepuluh. Padahal jumlah
peserta mencapai tiga puluh orang. Kebayang banyaknya kan? Kalau dijual jadi es
nih, lumayan kalo satunya seribu berarti seribu kali....... Ups, sorry malah
ngitung untung dagang. Hehehehehe.
Tepat
pukul delapan lewat dikit acara outbond digelar. Gonggggg! Dalam
permainan ini kami harus melewati empat pos. Setiap satu pos satu regu akan
melawan satu regu. Dan untuk menambah semarak permainan ini kami disuruh
menyanyikan terlebih dahulu yel-yel kami secara bebarengan. Terjadilah
keributan mendadak. Hahaha.
Pos
satu ada tebak ranjau, yang dipimpin oleh Mas Dedy yang suka banyol tapi ganti
diusilin sama temen-temen akhirnya jadi sebel sendiri. Jadi bentuknya seperti
kotak-kotak yang harus dilewati masing-masing dari regu satu satu. Kelompok
mana yang bisa sampai duluan melewati kotak demi kotak, dia yang akan menang.
Masalahnya kita nggak tahu kotak mana saja yang bisa menjadi jalan tol kita ke
tujuan. Jadi ya asal nebak aja. Kalau salah kasih lipstik di muka, centrang....
Pos
dua ada Mas Dono, nah pos ini nih yang kayaknya simple, tapi paling nggilani. Jadi
nih, ada sepuluh kotak yang disediakan dari panitia. Masing-masing dari kotak
ada angka satu sampai lima. Dari sepuluh kotak itu kita bisa milih lima kotak
mana saja. Peraturannya, wajib menghabiskan segala jenis rupa makanan dalam
kotak rahasia itu. Nggak boleh muntah, nggak boleh sisa. Harus habis!! Kalau
yang beruntung sih enak, kalau yang apes ya udah deh babat habis cabe, pete,
terasi, bawang, dan sejenisnya yang lazimnya menjadi bumbu masak. “Yang satu ini suka berjalan di siang hari dan banyak ditakuti orang,
sekali menggaggu dia, akan dihajar berhari-berhari”. Salah satu klu dari Mas Dono pada sebuah kotak yang ternyata isinya
pete, agak lebay memang.
Sebagian
besar kelompok mengatakan pos tiga itu pos terasik dan terseru. Di pos tiga
dipimpin oleh Mbak Nenes yang paling cantik. Di sini kita kembali ke zaman
kecil, kita bakal main-main air. Ceritanya nih masing-masing tim harus
mengambil air dan menyalurkan air dari gelas ke gelas yang disangkutin ke
kepala dan berakhir di botol jumbo aqua. Ditambah kita juga nggak boleh
ngomong, jadilah air-air dalam gelas kemana-mana, nyiram muka, baju, sampai
celana, kabarnya ada yang sampai dalam-dalamnya ikutan basah juga. Hihihihi
Pos
terakhir atau pos keempat, dipimpin oleh Mas Nanda. Pos paling kreatif karena
kita dituntut untuk membuat mainanan dari menara pakai sedotan. Satu regu
dipecah sementara jadi dua, buat ngerjain dasar menara dan puncak menara.
Menara yang paling tinggi dan mampu menahan berat telur, adalah yang akan
keluar jadi juaranya. Selama proses pembuatan juga nggak boleh ada kontak
bicara antar regu pembuat dasar dan puncak menara.
Dan
akhirnya setelah melewati perjuangan yang cukup panjang, memeras keringat,
membanting tulang, tapi tetep aja belum sekuat Gatot kaca (apa hubungannya???),
tim yang akhirnya menjadi juara satu adalah......Jeng jeng jeng jeng dum dum dum dum dum dum dum, H. A. R . D. J .
A . W.. Disertai dengan tangis, peluk, dan sujud syukur dari para pemenang
sambil garuk-garuk tanah. Yang ini bohong, alias lebay. Hehehe :p, dan untuk
runner-upnya diraih oleh, cik icik icik icik......A. C. H. E. N. G. Z
Ini
belum berakhir teman, masih ada satu tantangan satu lagi yang membuat kami
semua nggak akan melupakan gathering ini. Jadi, kami bertiga puluh orang harus
melindungi dua lilin yang diibaratkan lilin satu adalah kakak asuh, dan lilin
kedua adalah adik asuh. Dimana dua lilin ini harus kami bawa di jejeran kayu
mirip api unggun yang terletak di halaman depan camp kami. Padahal
tantangan ini berada lumayan jauh dari halaman depan. Aturannya, satu lilin mati, nggak boleh diterusin jalan.
Harus dinyalakan lagi dengan sumbu yang sudah disediakan.
Akhirnya
kami sepakat membuat formasi lingkaran dengan satu orang menjadi pemegang dua
lilin. Dan Mba Krista kami percayai untuk membawa dua lilin sedang yang lain
melingkari Mba Krista sambil melindungi kedua lilin supaya tidak mati.
Cewek-cewek di lingkaran dalam, dan cowok-cowok di lingkaran luar. Beberapa
baju anak cowok juga dilepas untuk melindungi lilin dari arah atas.
Perjalanan
pertama menuju target, G. A. G. A. L. Lingkaran kami masih sangat bolong-bolong
dan kurang merapat sekali. Akibatnya serangan air dari panitia yang bersumber
dari plastik air yang kami isi ( tuh kan firasat buruknya bener ), semakin
besar untuk masuk dan akhirnya mematikan lilin kami. Dari perjalanan pertama
kami, kami juga belajar bahwa ketika kita berhenti dan fokus pada serangan air
mereka, mereka justru semakin bernafsu menyerang kami.
Perjalanan
kedua. Formasi sedikit diubah Mbak Ristha sebagai pusat lilin digantikan oleh
Mas Nono yang berjalan berjalan berjongkok, dan Mas Anto yang langsung
melindungi lilin dari arah atas dengan membungkukan badannya. Seluruh baju anak
cowok juga wajib dilepas untuk menepis serangan plastik air dari panitia.
Lingkaran semakin merapat, dan kami terus berjalan, tak pusingkan serangan air
mereka. Kami semakin mendekati finis, dan akhirnya masih gagal. Kedua lilin
mati.
Perjalanan
ketiga, kami semua semakin bertekad untuk melindungi si lilin. Bila di
perjalanan kedua lingkaran kami masih sedikit bolong, di perjalanan ketiga kami
semuanya merapat. Langkah kami juga semakin dipercepat, dan kami yakin plastik
air mereka juga semakin menipis. Nggak boleh gagal lagi. Cepat cepat cepat,
lilin ini harus segera sampai. Dan pada perjalanan ketiga kami, lilin kami
tetap tidak bisa sampai di puncak target, tapi kami sudah sampai di titik aman.
Yang artinya kami berhasil, yeahhhhhh music
we are the champion.
Acara
kemudian di tutup dengan foto bersama dan pemberian ucapan kepada sesama
pendekar koin, salam
krincing.............
Pukul
dua belas tiga puluh kami berpamitan untuk pulang menuju kota kami.
Masing-masing dari kami membawa kenangan dan kesan yang nggak akan bisa
dilupakan, kebersamaan, kekompakan, komitmen, action, adalah perangkat wajib
dari sebuah tim yang handal. Sampai ketemu lagi sedulur Jogja dan Palu, sampai
dengerin cerita kami lagi teman-teman.
Salam
krincing!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar